Andai Aku Bisa Merubahnya

Ini adalah ceritaku satu tahun lalu, dan aku ingin mengenangnya sebagai pengalaman berharga tanpa maksud apapun...

Percayakah bahwa cinta itu buta, kawan? Sudah lama aku mencoba untuk menghindar dari urusan tak penting itu, tapi apalah dayaku ini. Tetaplah aku seorang manusia biasa yang bisa merasakan cinta. Sungguh aku pilu. Aku selalu berpikir mencinta akan berakibat fatal untuk semua urusan selain cinta itu sendiri. Setelah sekali aku terkena akibat cinta, aku selalu menghindar dalam urusan cinta menyenggol pun tak pernah. Aku perih saat tau yang ku lakukan akan mendapat cobaan dari Yang Di Atas. Aku tidak berdaya, dadaku selalu hampa memikirkan hal buruk yang akan terjadi padaku. Disisi lain dadaku juga bergelora tak tau arah dan tujuan untuk menyandarkannya. Aku hanya bisa diam, dan terus berpikir, mengalihkan semua rasa yang sebetulnya sangat-sangat bullshit itu (dimasa-masaku).

Bagaimana aku harus memulai ini kawan? Ingin aku melampiaskan semua ini. Baiklah aku coba. Setelah aku mendapat sesuatu yang pahit dari percintaanku yang pertama, ingin rasanya aku bersumpah untuk tidak mencinta lagi sebelum hidupku ini benar-benar mapan. Bisa kau bayangkan sulitnya bukan. Aku harus menghindar semua hal tantang cinta. Menutup mataku, menulikan telingaku, dan mebisukan bibirku. Padahal semua lingkungan, teman, orang-orang melakukan semua itu. Aku seperti pohon tua yang rapuh dan terus mencoba bertahan tegak padahal angin terus menerpaku. Aku ingin berteriak sekuat tenagaku, menangis semampuku hingga aku terlelap tidur dan semua yang ku takutkan sirna saat aku bangun.

Semua pasti berawal pada pandangan pertama. Ku lihat begitu dia sangat pendiam berkali-kali senyum indah timbul pada bibir mungilnya. Tubuhnya tinggi tapi tak setinggi aku, tapi lebih tinggi dari gadis biasanya. Rambutnya sebahu, dengan poni yang terkadang menutupi matanya. Matanya sendu, dan sangat anggun jika berkedip. Aku tak tega saat aku tau siapa dia sebenarnya. Nanti kau juga akan tau sendiri kawan.

Dia selalu berangkat dan pulang dengan mengayuh sepeda kesayangannya. Tak pernah kulewatkan saat-saat aku berpapasan atau saat saat aku mendahuluinya, aku selalu mencuri-curi pandang dari balik helm hitamku. Hatiku tenang karena kupikir mungkin dialah yang aku cari.

Hatiku rasanya tidak menentu. Berhari hari aku hanya melihatnya dari balik jendela kaca kelasku, dia masih terlihat pendiam. Terkadang aku duduk didepan pintu kelasku melihatnya, memandangnya. Entah penglihatanku benar atau tidak tapi kurasa dia juga memandangku. Aku semakin ingin tau. Aku putuskan untuk meminta bantuan teman baikku sejak TK yang kebetulan sekelas dengannya untuk mencari informasi yang aku butuhkan. Dan semuanya berjalan dengan lancar.

Ku tau sekarang, dia bernama Santi (samaran), cukup serasi dengan semua yang ada padanya. Karena dia terlihat sederhana, benar – benar cocok untuk seorang Tuan Putri yang berhati permata. Aku semakin tidak berdaya. Tak pernah terlewatkan saat-sat dia setengah berlari masuk kedelam kelasnya. Rambutnya terurai tertiup angin dan tangan kananya memegang tas mungil coklatnya yang dia kalungkan dibahu kananya. Dia segera duduk dibangku tengah kelasnya. Untuk kedua kalinya, entah benar atau tidak dia memandang sebentar ke kelasku sebelum menyiapkan bukunya. Tapi mungkin cuma perasaanku.

Akhirnya aku meminta nomer 12 digit dari kotak elektronik kecil yang selalu dibawanya, tentu saja dengan bantuan teman baikku. Tanpa pikir panjang, dengan sedikit agak nekad aku berkenalan dengannya lewat kotak kecil elektronik itu. Dari setiap tulisan yang dia ketikkan aku merasakan sebuah kejujuran, ketulusan tanpa ada kebohongan. Entah bagaimana caranya tapi aku bisa merasakan hal itu. Dan dari semua itu aku tau dia sudah mempunyai tambatan hati. Aku sedikit kecewa, tapi itu tak akan berpengaruh apapun bagiku. Lagi pula masih banyak kesempatan. Aku tinggal menunggu atau mencarinya saja.

Tak terasa sudah lama sekali aku mengenalnya walau kami jarang sekali bertemu secara langsung, hanya lewat kotak kecil elektronik itu. Dari setiap kata, setiap tulisan yang dia ketik tak pernah sekali pun ada kata yang menyesakkan dada. Semuanya lembut, aku semakin terpesona. Tak jarang pula dia menceritakan semua masalahnya padaku. Sepertinya aku ini bisa memecahkan segala masalah. Aku pun dengan senang hati membantunya.

Masalah yang dia hadapi selalu sama, tentang tambatan hati busuknya itu. Sampai muak aku mendengar dia berkisah tentang kebusukan seseorang yang berpendidikan agama tapi hanya omong kosong belaka itu. Aku selalu iba jika mendengar dia selalu disakiti, mengalah, menahan semua masalah yang dia hadapi. Pernah aku berkata “kenapa tak kau tinggalkan saja tambatan hatimu itu?”.
“ Aku tidak tau, semua ini tidak semudah yang kau bayangkan”. Jawabnya.
“Memang seberapa sulitnya kau melepaskan bajingan tengikmu itu?”, aku jadi semakin muak.
“ Sudah lama aku mengenalnya, aku adalah orang yang setia, walau ku tau dia sering bermain api di belakangku, aku sudah mulai terbiasa dengan itu”.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala tak percaya dengan apa yang baru aku dengar, tapi aku tak berkata-kata. Aku benar-benar tak bisa mengerti apa yang sebenarnya dia pikirkan, mengapa dia berpikir sebodoh itu? Kau tau dunia ini sangatlah luas kawan.masih banyak jutaan insan yang lebih baik dari pada cecunguk itu. Seperti kebanyakan orang kecewa karena cinta aku bertanya, “apa istimewanya dia, mengapa kau tak bisa lepas darinya?”. Dan jawabannya tetap sama “tidak tau”, bahkan dia bilang sudah terbiasa dan ikhlas atas perlakuan cecunguknya itu dan dia mulai berlaku sama dengan yang cecunguknya lakukan.

Ya Tuhan, apakah dunia ini sebentar lagi kiamat?. Bagaimana mungkin dia berpikir sesempit itu. Hidup ini singkat, tidakkah banyak hal yang lebih berguna dari pada hal itu. Bahkan pernah suatu hari aku bertanya apa yang dia lakukan sekarang, dari kotak kecil elektronikku. Dia menjawab, “aku sedang merokok, ikutan yuk”. Dengan mulut menganga aku menggeleng-gelengkan kepala. Bagaimana kau bisa masuk sejauh itu dalam masalahmu. Dia bilang itu semua dia lakukan untuk merefresh otaknya dari semua masalah yang ia hadapi. Tapi di hati kecilnya dia ingin berhenti melakukan hal itu. Tapi tetap saja dia selalu melakukannya. Karena wanita memandang semua dengan perasaan bukan dengan logika akal sehat. Semua perasaan itu ditumpuk, dan dilampiaskan dengan cara seperti itu. Sungguh mengenaskan.

Ingin aku menitikkan air mata. Santi yang dulu kukenal ternyata seperti ini, semua yang dia lakukan hanyalah pelampiasan dari apa yang dilakukan cecunguk kesayangannya itu padanya. Hebat sekali, sekarang ku tau betapa sempitnya otak seorang wanita, jika sudah jatuh terlalu dalam, dalam jurang cinta. Ingin aku berteriak, “betapa bodohnya kau Santi!, tak taukah kau bahwa hidupmu itu masih sangat berharga untuk kau gadaikan dalam pelampiasan dengan cecungukmu itu. Lihatlah dirimu kau seorang wanita yang anggun, semua orang sayang padamu, aku sayang padamu. Apa yang kau beratkan pada diri seorang bajingan tengik hitam tak beradap itu!? Sadarlah Santi sadarlah! Hidup ini singkat, masih banyak masa yang belum kau lewati dan akan terlewat percuma jika kau terus menuruti cecunguk busuk itu.

Aku takkan bisa mambantu lagi jika memang kau sendiri tak mau berusaha untuk berubah. Bahkan mungkin kau takkan pernah membutuhkan bantuan dari temanmu ini lagi. Bagai nasi putih yang menjadi basi kuning. Dia sangat berlawanan dengan yang aku pikirkan dulu. Entahlah Santi, kaulah yang akan meluruskan jalanmu sendiri, kau lah pembuat keputusan untuk dirimu sendiri. Aku selalu ingin membantumu, tapi kau tak menganggap aku. Kau telah dibutakan oleh yang namanya cinta, bahkan apa yang kau alami bukanlah cinta, tapi hanya kebohongan, kemunafikkan, dan pelampiasan.

Takkan pernah kulupa bahwa aku pernah menyayangimu Putri. Bahwa rasaku hanya sebatas teman. Sudahlah, aku sudah lelah dengan apa yang kau lakukan. Aku hargai semua keputusan yang telah kau ambil, jalan yang kau luruskan sendiri tapi entah kemana arah tujuannya. Sampai disini sajalah aku membantumu. Aku akan terus berharap suatu saat kau bisa berubah. Aku akan mencoba menghilangkan rasaku padamu, dan menjalani semua seperti waktu aku tak mengenalmu. Semoga kau bahagia dengan kekasih bajingan yang tak bisa kau lepas itu.

Harap dan Cita-citaku

Cita-cita. Suatu keinginan di dalam hati untuk mencapai atau meraih sesuatu yang sangat diingin dan diimpikan atau sebagian orang bilang sebagai impian. Walau kita tidak tau akan masa depan kita, tapi suatu keinginan ini sangat ingin diwujudkan apapun yang terjadi. Dan setelah semua usaha yang kita lakukan, Tuhanlah yang akan berkehendak. Jadikah kita seperti apa yang kita inginkan, atau menjadi seseorang yang lebih baik. Ingat, keinginan tak selalu berbanding lurus dengan kenyataan. Jadi tergantung usaha, do’a dan ketawakkalan kita pada Tuhan.

Di dunia ini banyak sekali yang ingin aku wujudkan. Entah jadi orang apa aku besok, terserah Tuhan. Tetapi di dalam diri ini ada suatu dorongan untuk ingin menguasai sesuatu. Untuk menjadi ahli, untuk menjadi pandai, dan untuk menjadi bisa. Dan ingat, tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Pepatah lama mengatakan ada kemauan pasti ada jalan.

Sangat kusadari bahwa hidup ini singkat, jadi buat apa hidup di dunia tanpa ilmu,tanpa keinginan. Dengan mengingat bahwa hidup itu singkat aku jadi lebih bersemangat. Walau ku tau waktuku sangat terbatas, tapi itu tak membatasiku untuk selalu ingin menguasai sesuatu, dengan semangat itu.

Yang pertama aku ingin menuntaskan sekolahku dan mendapat pekerjaan yang mapan walau aku belum tau ingin jadi apa nantinya. Ini juga kerena cita-cita orang tua. Dan aku selau berusaha giat belajar, berusaha aktif, mengerjakan semua tugas, PR sekolah walau kadang kesulitan dan tak kukerjakan. Bagiku yang pengting tuntaskan sekolah dengan baik, mendapat banyak ilmu yang bermanfaat. Mengamalkannya dengan bekerja.

Yang kedua menjadi pemain bola yang handal. Dari dulu aku suka olah raga, apalagi sepak bola atau futsal. Walau jujur aku tidak begitu suka menonton. Aku lebih suka yang nyata. Yang satu ini sulit aku wujudkan karena banyak hal yang belum aku mengerti tentang bermain bola. Terlebih ayahku tidak terlalu suka, dianggapnya terlalu sulit lebih menjanjikan voli. Karena itu bola sepak mungkin cuma akan menjadi hobiku saja.

Ketiga aku ingin menjadi pemain voli dengan lompatan tertinggi. Dulu pernah aku ceritakan tentang hobi paksaan ku ini. Posturku lebih menjanjikan di olah raga voli. Aku tau sebenarnya ayahku ingin aku mempunyai ketrampilan, untuk berjaga-jaga jika kelak aku tak terlalu beruntung. Oleh karena itu aku selalu berolah raga agar aku bisa bertambah tinggi. Melatih kekuatan kakiku untuk melompat. Walau aku belum begitu terampil, tapi aku selalu berlatih, berusaha untuk bisa.

Keempat aku ingin bisa menguasai salah satu dari alat musik. Bahkan sebenarnya aku ingin sekali bisa memainkan boila. Menurutku biola adalah alat musik yangmebutuhkan keterampilan tangan yang tinggi dan digabungkan dengan perasaan. Aku menilai begitu karena keindahan suara menyayat hati yang dilantunkan oleh biola. Tak cuma itu, aku juga ingin melatih vokalku, karena ku tau suaraku parah sekali,

Aku selalu berusaha menulis, walau seperti apapun tulisanku aku selalu tetap berusaha menulis. Aku selalu mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh guruku.. walau sulit tapi terus ku coba. Dan itulah yang terakhir. Aku ingin menguasai ilmu menulis. Aku ingin menjadi seorang penulis, karena dengan tulisan aku bisa mengekspresikan suasana hatiku. Semua kegalauan yang ada dalam hati sering kali ku tulis, aku merasa melepaskan beban lewat tulisan. Dan aku selalu merasa kenangan tak harus terhapus oleh waktu dan dengan menulis itulah kenangan masa lalu tak kan pernah hilang. Dan yang pernah aku pelajari tulisan bisa mengubah cara berfikir orang atau kita bisa mengartikannya mempengaruhi orang.


Aku Belajar Darimu

Pohon Tua, aku tak sekuat dirimu, aku begitu rapuh, aku begitu lemah. aku bisa melihat engkau tegap, engkau berdiri, engkau yang tak pernah sekalipun menundukkan tubuh perkasamu itu. batang-batangmu seakan menentang sang langit. kau menunjuk-nunjuk awan itu, berusaha meraihnya, untuk bisa merasakan kelembutannya.

Wahai pohon tua, tolong ajari aku untuk bisa menjadi sepertimu, engkau kuat, engkau perkasa, tapi tak secuilpun daunmu sia-sia di atas sana. kau dan daun-daunmu itu menyebar, memberi keredupan, memberi kesejukan, dan memberi kehidupan untuk aku dan semua makhluk yang ada di sekitarmu, betapa aku sangat mengagumimu wahai pohon.

Taukah kau, sekarang aku sedang sakit. aku sama sepertimu. tapi engkau tetap jauh lebih kuat dari pada aku. aku tau kau sakit karena benalu-benalu itu. tapi engkau selalu sabar, engkau selalu tersenyum. tak pernah sekalipun engkau tertunduk lemah karena sakitmu itu. bahkan engkau tak pernah tega melepaskan benalu-benalu itu dari tubuh tuamu. engkau tak pernah membiarkan benalu-benau itu mati sia-sia. betapa kuatnya engkau, wahai pohon...

aku tak bisa menjadi sepertimu. andai aku bisa, ingin rasanya aku berilmu padamu. aku juga sakit, tetapi aku tak sekuat engkau. aku mengeluh tapi kau tersenyum. aku tertunduk tapi kau tetap tegap. ingin rasanya aku bertanya padamu, jika sakit yang kurasakan ini juga kau rasakan, apa yang akan kau lakukan?

aku tau pertanyaanku itu sia-sia, kau sudah begitu tua, sudah lama engkau hidup di dunia ini. tubuhmu bahkan tak terjangkau oleh tanganku, kuitmu sudah begitu kasar, engkau pun berlumut dimana-mana. aku sadari, pastilah engkau menganggapku sepele, dan tak sekuat dirimu. tapi ilmu yang kuambil darimu sangatlah besar, wahai pohon tua...
sekarangpun engkau masih diam, tegak dan mengacuhkan aku. tapi sekarang aku sudah bisa tersenyum kembali. terima kasih pohon tua, terima kasih...


Inilah Diriku

Malang tak bisa ditolak, untung pergi menjauh. dalam sendiri tanpa ada yang mendampingi. dalam sesal yang tiada arti, dan hanya akan membuat batin terluka. aku hanya raga dengan nyawa, sendiri dalam kelam, sendiri dalam kesepian. hanya lantunan nada dan layar kecil inilah ku hilangkan kesepian. terkadang aku ingin menjadi dia, terkadang aku ingin menjadi mereka.
tapi apa, terpuruk makin mengejar. aku berusaha menguatkan hatiku. berusaha, terus berusaha, tapi tak ada yang datang, hanya tinggal aku termenung tanpa kata, memandang jauh menelusuri ruang-ruang langit. aku tetap berusaha menenangkan jiwaku. perlahan kupejamkan mataku merasakan setiap tiupan sang bayu di setiap aliran darahku.

Tarikan nafas panjang. tubuhku bergetar membuka setiap pembuluh nadiku. aku rasakan udara ini masuk semakin dalam. memenuhi setiap sudut jantungku. mulai ikut mengalir hingga aku terpaku dalam ketenangan. pikiranku bertambah luas, aku melihat setiap sendi kehidupan dalam kepalaku. aku lihat dia yang buta, aku melihat dia yang pincang, aku lihat mereka yang menderita, aku melihat mereka yang sekarat. lalu apa yang aku bimbangkan?
aku mulai sadar aku masih lebih baik dari pada mereka. aku merasa bodoh menyia-nyiakan hidup untuk jadi orang lain. sedangkan Tuhan menegurku, tapi aku baru sadar. aku baru sadar bahwa aku diciptakan seperti ini untuk menjalani kehidupanku sebagai aku, bukan sebagai dia atau mereka. betapa aku menyesal telah menjalani hidup sebagai peniru.

Aku menitikkan air mata, aku sadar bahwa hidup ini hanya sementara, untuk apa jika hanya jadi peniru. ingin kujalani hidupku sendiri tanpa ada yang membimbangkan aku. disisa hidupku ini aku ingin berbuat yang jauh lebih baik. aku ingin selalu bisa mengingat kesempurnaan diriku, kelebihan yang diberikan Tuhan, aku ingin bersyukur. aku bisa jadi aku.
perlahan ku buka mataku. semua terlihat redup. awan menyelimuti langit, memayungi cahaya matahari. aku menarik nafas panjang, melukis senyum dalam wajahku. aku lihat sekitarku, masih sendiri. aku melangkah meninggalkan bangku tua itu, untuk menjalani hidupku yag tersisa, sebagai diriku.


Bulanku...

bulanku kian redup
cahayanya yang dulu, perlahan padam
bulanku yang dulu kian tersenyum,
kini perlahan lelah dan pudar

bulanku berubah karena aku
aku yang tak peduli akan senyumnya
kini aku bagai awan mendung yang menutupnya
cahayanya kini tak tampak olehku
sesalku kini tiada arti

bulanku, maafkan aku...
tiada satu langkah pun ada untuk menyakitimu
tiada maksud aku menjadi mendung itu
aku hanya punya rasa dan tak punya apa-apa

bulanku, demi semesta alam, bersinarlah kembali
bintang-bintang itu ada di sampingmu
dan aku masih memandangmu disini
bulanku kau segalanya bagiku
bulanku maafkan aku...




Senandung Kesedihan

Senandung sedih aku lantunkan
Bagai ombak tenagng yang menyapu bebatuan
Bagai daun yang tertiup angi
Bagai angin malam yang menghembuskan sang embun

Lantunan ini adlah sebuah pengaduan
Pengaduan atas kesemena-menaan rasa
Rasa yang selalu menyakitkan
Sajak-sajak atas kekecewaan

Tak kan pernah ada akal sehat
Terserah perasaanku mau bilang apa
Lantunan senandung ini layaknya mereka
Layaknya jahat mereka kepadaku


Bunda, Engkau Adalah Segalanya


Bunda, engkau adalah cahaya penerangku. cahayamu bagai cahaya rembulan yang menerangi setiap ruang di dalam jiwaku. Ruang-ruang hitam gelap yang haus akan sinar-sinar pencerah jiwa yang hangat, yang sejuk, yang penuh dengan kasih, kelembutan dan kebaikan abadi.

Setiap kata yang kau ucapkan adalah mutiara-mutiara penyejuk hatiku. disaat aku terluka, engkau berada di sampingku, engkau menghiburku, mendengar semua keluh kesahku, dan engkau membuat aku tersenyum kembali. Disaat aku mengambil jalan yang salah, engkau hadir dan meluruskan jalanku. disaat aku tidur terbuai mimpi, engkau hadir membelaiku, menyelimutiku dan mendo'akanku agar aku selalu bahagia di dunia ataupun di akhirat nanti.

Bunda, engkau adalah wanita yang kuat. Dulu saat aku kecil, aku selalu berada dalam gendonganmu, engkau membawaku kemanapun kau pergi, engkau membawaku kemanapun kau sanggup untuk melangkah, hingga aku berhenti menangis. Tak pernah sekalipun dirimu mengeluh karena kakimu yang lelah itu, engkau selalu sabar tersenyum, berusaha membuatku ceria kembali, dan selalu membelaiku hingga putra kecilmu ini terlelap dalam hangat pelukanmu. Setiap malam kau menemaniku tidur, jika aku terbangun dan menangis engkau pun ikut terbangun dan kau menimangku walau dalam lelahmu itu hingga aku terlelap kembali.

Mulai dari nol kau mengajari aku berbicara. aku yang terbata-bata saat mengucapkan sesuatu, terus kau latih, kau beri senyuman, kau beri semangat hingga akhirnya aku bisa mengucap satu kata yaitu, "Ibu". Air matamu menetes, karena jerih payahmu berhasil, dan kau merasa sangat bahagia karena engkaulah satu kata pertama yang keluar dari mulut kecilku. dan aku tau persisi, dirimu pula lah yang mengajariku berjalan, sedikit demi sedikit, aku melangkah tertatih-tatih, kau memegangi kedua tanganku, kau tak membiarkan diriku terjatuh.

Bunda, aku sadari, jauh di dalam hatimu menaruh harapan besar untukku, Engkau berkata kepadaNya, " aku harap kelak anakku ini akan menjadi anak yang berbakti kepadaku, menjadikebanggaanku dan bisa memberikanku kebahagiaan didunia dan di akhirat nanti."
Bunda, sejak aku masih dipangkuanmu saat itu, engkau telah membebaniku harapan yang sangat besar. harapan yang tak pernah terucap darimu, dan beban yang tak pernah ku rasakan sampaiaku merenungkan semua ini. maafkan aku bunda, sekarang baru menyadari, banyak perkataan yang keluar dari mulutku bagai pisau-pisau tajam yang menisik-nusuk hatimu. dan perbuatan-perbuatan yang kulakukan yang selalu menyiksa batinmu. maafkan aku bunda, maaf...

Bunda, kasihmu memang sepanjang jalan, di telapak kakimulah dapat ku raih surga. engkau menyimpan harapan besar pada diriku ini, sejak kecil hingga saat ini. kau tidak pernah menagih apapun yang telah kau berikan padaku. tidak ada yang lebih kau harapkan selain aku yang mau berbakti padamu. engkau memang mentari pagi yang memberiku kehidupan, jasamu tak akan terbalas hingga akhir hembusan nafasku. tidak akan ada yang bisa menggantikan cinta kasihmu dalam hidupku.
Bunda, engkau akan selalu ada di dalam hatiku, selamanya...